Pengantar Hadis Arbain
Hadits Arba’in Nawawiyah
adalah kumpulan 42 hadits Nabi saw yang dikumpulkan oleh Imam Nawawi ra. dan
merupakan kitab yang tidak asing bagi kita umat Islam, bukan hanya di Indonesia
namun di seluruh dunia. Umat Islam mengenalnya dan akrab dengannya, karena
banyak dibahas oleh para ulama dan menjadi rujukan dalam menyebarkan ajaran
Islam kepada kaum muslimin berkaitan dengan kehidupan beragama, ibadah,
muamalah dan syariah.
Mungkin Imam Nawawi dalam mengumpulkan
hadits-hadits ini ter inspirasi dengan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan
oleh Imam Ali, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Abi Darda, Ibnu Umar,
Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Sa’id Al-Khudhri –semoga Allah
meridhai mereka semua- dari berbagai metode periwayatan- bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Barangsiapa yang menghafal dari umatku 40 hadits –yang berisi di
dalamnya- akan perkara agamanya, maka Allah akan membangkitkannya di hari
kiamat nanti bersama golongan para fuqaha dan ulama”. Dalam riwayat lain
disebutkan, “Allah akan membangkitkannya sebagai seorang faqih dan alim”. Dan
dalam riwayat Abu Darda, “Aku pada hari kiamat akan menjadi pemberi syafaat dan
saksi“. Dan dalam riwayat Ibnu Mas’ud, “Dikatakan kepadanya: Masuklah kamu pada
pintu mana yang kamu suka”. Dan dalam riwayat Ibnu Umar, “Akan ditulis bersama
golongan para ulama dan dibangkitkan bersama para syuhada”.
Walaupun para huffazh al-hadits melemahkan
kedudukan hadits di atas seperti imam Abdullah bin Al-Mubarak, Ad-Daruqutni,
Al-Hakim, Abu Nu’aim dan para ulama lainnya dari ulama terdahulu dan sekarang,
namun imam Nawawi tetap mengambilnya karena –seperti yang disepakati oleh ulama
lainnya- boleh mengambil hadits dhaif (lemah) jika hanya berkaitan dengan
fadlail a’mal (perbuatan yang diutamakan). Meskipun demikian Imam Nawawi tidak
hanya bersandar pada hadits tersebut di atas namun berpedoman pada hadits
lainnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam hadits shahih, “Agar dapat
disampaikan orang yang menyaksikan kepada orang yang tidak menyaksikan”. Dan
hadits Rasul lainnya, “Allah memberkahi seseorang yang mendengar sabdaku, lalu
dia sadar dan menunaikannya seperti yang didengarnya”. Karena itulah imam
Nawawi mencoba mengumpulkan 40 hadits, mengikuti dan meneladani apa yang
disampaikan Rasulullah saw dan yang banyak dilakukan oleh para ulama terdahulu.
Karena sebelumnya para ulama banyak
mengumpulkan 40 hadits berkaitan dengan ushuluddin (dasar-dasar agama),
sebagian lainnya mengumpulkan pada hadits yang berkaitan dengan cabang-cabang
ilmu, sebagian lainnya pada masalah jihad, sebagian lainnya pada masalah adab
(etika dan akhlaq) dan sebagian lainnya juga ada yang mengumpulkan pada
hadits-hadits tentang khutbah Rasulullah saw, semuanya memiliki tujuan yang
baik, karena itu Imam Nawawi juga ingin berkecimpung dalam mengumpulkan 40
hadits yang mencakup segala aspek kehidupan, berkaitan dengan kaidah agama yang
agung, aqidah dan syariah, ibadah dan muamalah. Namun demikian, untuk
melegalisasikan kebenaran hadits ini, imam Nawawi tidak mengambil hadits dari
yang dhaif kecuali berusaha mengambil atau mengumpulkan 40 hadits dari
hadits-hadits yang shahih, lebih banyak dari hadits-hadits yang diriwayatkan
oleh imam Bukhari dan Muslim.
Imam Nawawi mengumpulkan 40 hadits dengan
tidak menyebutkan secara lengkap sanad-sanadnya; guna mempermudah menghafal dan
lebih luas manfaatnya. Dan bagi kita sebagai umat disarankan untuk mengambil,
mempelajari dan menghafal hadits-hadits tersebut, karena memiliki
komprehensivitas dalam kehidupan agama dan akhirat, ketaatan dan urusan
duniawi.
Mengapa Harus Kitab Al-Arba’in Nawawiyah?
Paling tidak ada beberapa alasan perlunya
membahas kitab al-arba’in An-Nawawiyah:
1. Karena mencakup segala urusan dan kebutuhan umat Islam di dunia
dan di akhirat baik dari aqidah, hukum, syariah, muamalah dan akhlaq.
2. Merupakan kumpulan hadits-hadits nabi pilihan, dan merupakan
jawami’ul kalim yang memiliki keutamaan dalam pembahasan yang singkat dan
padat.
3. Hadits-haditsnya merupakan satu kesatuan yang menjadi cakupan
ajaran Islam, baik setengahnya, atau sepertiganya atau seperempatnya.
4. Banyak digunakan oleh para ulama untuk mengajarkan kepada umat
Islam bahkan menjadi sandaran utama dalam memberikan pemahaman ajaran Islam
sehingga sebagian ulama konsen dengan hadits-hadits ini lalu mensyarahnya
dengan lebih rinci. Ada yang menyebutkan tidak kurang 51 kitab yang mensyarah
hadits Al-Arba’in An-Nawiwayah.
Biografi Pengumpul Hadits Ar-Ba’in Imam
Nawawi
1. Nama Lengkap, kelahiran, keturunan dan
kegigihannya dalam menuntut ilmu.
Imam Nawawi dijuluki dengan Al-imam Al-hafizh
al-auhad (satu-satunya) al-qudwah (tauladan) Syaikhul Islam (syaikh islam) ilmu
awliya (pemimpin para wali) Muhyiddin ( pemberi kehidupan agama) Abu Zakariya
(Bapaknya Zakaria) Yahya bin Syaraf bin Muri Al-Khuzami Al-Hawaribi As-Syafi’i.
Beliau lahir pada bulan Muharram tahun 631 H
Pada tahun 649, atau pada umur 10 tahun
beliau berkelana menuju kota Damaskus dan tinggal di sana untuk menuntut ilmu,
menghafal kitab at-tanbiih dalam kurun waktu 4,5 bulan, menghafal kitab
al-muhadzdzab dalam kurun setengah tahun di hadapan gurunya Al-Kamal bin Ahmad,
kemudian menunaikan ibadah haji bersama orang tuanya dan tinggal di kota
Madinah selama satu setengah bulan, dan menuntut ilmu di sana. Dikisahkan oleh
Syeikh Abul Hasan bin Al-Atthar bahwa imam Nawawi setiap belajar 12 mata
pelajaran dan menghafalnya di hadapan guru-gurunya dengan syarah yang begitu
gamblang dan benar; dua pelajaran pada kitab al-wasith, satu pelajaran kitab
al-muhadzab, satu pelajaran pada kitab al-jam’u baina as-shahihain, satu
pelajaran pada kitab shahih Muslim, satu pelajaran pada kitab al-Luma’ karangan
Ibnu Jana, satu pelajaran pada kitab ishlahul mantiq, satu pelajaran pada kitab
tashrif, satu pelajaran pada kitab ushul fiqh, satu pelajaran pada kitab
“Asmaur rijal”, satu pelajaran pada kitab ushuluddin.
Imam Nawawi berkata, “Saya berusaha
melekatkan diri dalam menjelaskan sesuatu yang sulit dipahami, menjelaskan
ungkapan yang samar dan menertibkan tata bahasa, dan Alhamdulillah Allah
memberkahi waktu yang aku miliki, namun suatu ketika terbetik dalam hati ingin
bergelut dalam ilmu kedokteran sehingga aku pun sibuk dengan ilmu
perundang-undangan, sehingga aku merasa telah menzhalimi diri sendiri dan
hari-hari selanjutnya aku tidak mampu melakukan tugas; akhirnya aku pun rindu
pada ilmu yang sebelumnya telah aku pelajari, aku jual kitab perundang-undangan
sehingga hatiku kembali bersinar.
2. Guru-guru imam Nawawi
Imam Nawawi berguru pada syaikh Ar-Ridha
bin al-Burhan, Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad Al-Anshari, Zainuddin bin Abdul
Daim, Imaduddin Abdul Karim Al-Khurasani, Zainuddin Khalaf bin Yusuf,
Taqiyyuddin bin Abil Yasar, Jamaluddin bin As-Shayarfi, Syamsuddin bin Abi Umar
dan ulama-ulama lainnya yang sederajat.
Beliau banyak belajar kitab-kitab hadits
seperti kutub sittah, al-Musnad, al-Muwattha, Syarah Sunnah karangan Al-Baghwi,
Sunan Ad-Daruquthni, dan kitab-kitab lainnya.
Sebagaimana beliau juga belajar kitab
al-Kamal karangan al-Hafizh Abdul Ghani Alauddin , Syarah Hadits-hadits shahih
bersama para muhaditsin seperti Ibnu Ishaq Ibrahim bin Isa Al-Muradi. Belajar
kitab Ushul dengan ustadz Al-Qadhi At-tafalisi. Kitab Al-Kamal dengan ustadz
ishaq al-Mu’arri, Syamsuddin Abdurrahman bin Nuh, Izzuddin Umar bin Sa’ad
Al-Arbali dan Al-Kamal Salar Al-Arbali. Belajar kitab tentang bahasa bersama
ustadz Ahmad Al-Masri dan ustadz lainnya. Lalu setelah itu beliau konsen dalam
mengajarkan dan menyebarkan ilmu, beribadah, berdzikir, berpuasa, bersabar
dengan kehidupan yang sederhana, baik makan maupun pakaian.
3. Murid-murid Imam Nawawi
Adapun murid-murid Imam Nawawi yang menjadi
ulama terkenal setelah beliau adalah Al-Khatib Shadr Sulaiman Al-Ja’fari,
Syihabuddin Ahmad bin Ja’wan, Syihabuddin Al-Arbadi, Alauddin bin Al-Atthar,
Ibnu Abi Al-Fath dan Al-Mazi serta Ibnu Al-Atthar.
4. Ijtihad Imam Nawawi dan Aktivitas
ubudiyahnya
Dikisahkan oleh syeikh Ibnu Al-Atthar:
Bahwa Imam Nawawi bercerita kepadanya, beliau tidak pernah sedikit pun
meninggalkan waktu terbuang sia-sia baik malam ataupun siang hari bahkan saat
berada dijalan. Beliau melakukan mulazamah selama 6 tahun lalu menulis kitab,
memberikan nasihat dan menyampaikan kebenaran.
Imam Nawawi memiliki semangat yang tinggi
dalam beribadah dan beramal, teliti, wara’, hati-hati, jiwa yang bersih dari
dosa dan noda, jauh dari kepentingan pribadi, banyak menghafal hadits, memahami
seni dalam ilmu hadits, perawi hadits, shahih dan cacat hadits, serta menjadi
pemuka dalam mengenal madzhab.
Syeikh Imam Rasyid bin Al-Mu’allim berkata,
“Syeikh imam Nawawi adalah sosok yang tidak terlalu banyak masuk ke dalam kamar
mandi, menyia-nyiakan waktu dalam makan dan berpakaian serta urusan-urusan
lainnya, beliau sangat takut terkena penyakit sehingga menjadikan dirinya
lengah dalam bekerja”. Beliau juga tidak mau makan buah-buahan dan mentimun,
beliau berkata, “Saya khawatir membuat diri saya lemas dan menjadi suka tidur”.
5. Kitab-kitab karangan Imam Nawawi
Di antara kitab karangan Imam Nawawi adalah
sebagai berikut: Syarah Shahih Muslim, Riyadlus shalihin, Al-Adzkar, Al-Arbain,
Al-Irsyad Fi ulumil hadits, At-Taqrib, Al-Mubhamat, Tahrirul Al-Alfazh
littanbih, Al-Idhah fil Manasik, At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran, Al-Fatawa,
Ar-Raudlatu Arbaati Asfar, Syarah Al-Muhadzab ila bab al-mirah (4 jilid) Syarah
sebagian kitab Al-Bukhari, syarah kitab al-Wasith dan banyak lagi kitab lainnya
dalam bidang hukum, bahasa, adab dan ilmu-ilmu fiqh.
6. Wara’nya Imam Nawawi
Imam Nawawi adalah seorang ulama yang wara’
dan zuhud, beliau sama sekali tidak menerima imbalan apapun dalam mengajar
ilmu, beliau pernah menerima hadiah lampu templok dari seorang fakir. Imam
Burhanuddin al-Iskandarani pernah mengajaknya buka puasa bersamanya, beliau
berkata, “Bawalah makananmu kemari dan kita berbuka bersama di sini, lalu
beliau makan hanya dua jenis makanan, selain itu ditinggalkan”.
Diceritakan oleh Imam Quthbuddin Al-Yunini
bahwa Imam Nawawi adalah satu-satunya seorang ulama yang luas ilmunya, wara’,
ahli ibadah, sederhana dan tidak bermewah-mewah dalam kehidupannya.
7. Sikap Imam Nawawi terhadap raja di masa
hidupnya
Imam Nawawi selalu berhadapan dengan raja
dan kezhaliman, mengingkari dan mengingatkan mereka dalam bentuk tulisan dan peringatan
akan azab Allah. Di antara contoh surat beliau adalah sebagai berikut:
“Dari Abdullah bin Yahya An-Nawawi,
Salamullah alaikum warahmatuhu wabarakatuh atas raja yang baik, raja para umara
Badruddin, semoga Allah mengekalkan baginya kebaikan dan membimbingnya dengan
kebenaran dan menyampaikannya menuju kebaikan dunia dan akhirat pada segala
cita-cita dan urusannya, serta memberikan keberkahan dalam setiap perbuatannya.
Amin.
Sebagaimana diketahui bahwa penduduk Syam
sedang mengalami kesempitan dan kekeringan karena sudah lama tidak turun hujan…
beliau menjelaskan secara detail dan panjang dalam surat tersebut kepada sang
raja, namun sang raja menjawabnya dengan lebih keras dan menyakitkan, sehingga
menambah runcing keadaan dan kekhawatiran para jamaah”.
Imam Syeikh Ibnu Farh mengisahkan
perjalanan hidup beliau yang penuh dengan kenangan, beliau berkata, “Syeikh
Muhyiddin An-Nawawi memiliki tiga tingkatan yang jika setiap orang mengetahui
akan setiap tingkatannya maka akan segera pergi kepadanya, “Ilmu, zuhud dan
al-amru bil ma’ruf dan an-nahyu anil mungkar”.
8. Wafatnya Imam Nawawi
Setelah melakukan perjalanan ke Baitul
Maqdis dan kembali ke kota Nawa, Imam Nawawi menderita sakit di samping orang
tuanya, lalu meninggal pada tanggal 24 Rajab tahun 676 H. dan dikubur di kota
Yazar. Rahimahullah al-imam An-Nawawi.